Anak Indonesia, jangan terpengaruh sama gambar dia atas teman - teman . Itu hanya gambar untuk mendukung cerita ini terlihat lebih seram :) . Sebelum ceritanya di mulai pastikan kalian tidak sedang berada di dekat jendela atau di daerah gelap nan sunyi, karena kalian gak mau kan pas kalian baca rupanya ada sosok yang sedang meratikan kalian. Langsung aja kita mulai ceritanya, untuk cerita pertama yang saya posting ini saya dapatkan dari sebuah buku "Kisah horor Di Antara 2 Dunia" yang berjudul Namanya Irma.
Namaku Gemala, seorang siswi sekolah menengah di Jakarta Timur. Tempat tinggal pun di kawasan Jakarta Timur. Disini aku akan menceritakan sebuah pengalaman mengerikan yang terjadi di sekolahku.
Ketika itu aku masih kelas 11, kebetulan berasal dari jurusan IPA. Hari itu hari Rabu. Sesuai jadwal pelajaran, Rabu selalu di akhiri oleh mata pelajaran Kimia, sebuah mata pelajaran yang menurutku sangat susah. Hari itu kelas kimia sedang ujian, jadi aku agak gugup. Aku hanya fokus untuk belajar agar tidak gagal di ujian itu, dan akibatnya menyepelekan pelajaran yang lain. Aku juga sangat teledor hari itu, benar - benar tidak mau gagal dalam ujian.
Akhirnya siang itu ujian di mulai. Aku mengerjakannya dengan sebaik mungkin, tetapi konsentrasiku agak terganggu karena waktu itu sekolah sedang di renovasi. Renovasi di lakukan untuk memperbaiki bagian - bagian sekolah yang memang sudah rusak dimakan usia, jadi suara las listrik dan ketukan palu sering terdengar dan itu sangat mengganggu. Aku berusaha untuk tetap fokus, dan akhirnya ujian berakhir dengan lancar. Semua pertanyaan dapat ku jawab dengan baik, dan aku yakin jawaban yang kuberikan benar. Setidaknya mendekati benar.
Bel sekolah berbunyi 3 kali, tanda jam pelajaran terakhir selesai. Semua siswa keluar dari kelasnya masing - masing, berusaha untuk keluar secepar mungkin. Mungking mereka sudah merasa jenuh berada di sekolah. Keadaan sekolah mendadak menjadi ramai, penuh dengan suara teriakan, tawa, dan pembicaraan ringan khas anak sekolah. Siswa dan siswi berjalan seperti membentuk sebuah aliran. Aliran yang perlahan - lahan menuju gerbang sekolah, meninggalkan kebisingan di setiap sudut lorong. sedangkan aku sendiri masih membereskan buku - buku di dalam tas. aku duduk sejenak untuk membiarkan setengan murid sekolah untuk keluar. Aku tidak suka berjalan berdesak - desakan, karena kadang kakiku terinjak oleh murid lain. Setelah seluruh siswa telah keluar, aku baru beranjak dari bangku. Aku berjalan dengan tenang dan bebas, tidak terburu - buru, ataupun berhimpit - himpitan.
Kelasku berada di lantai 2, jarak antara kelas dan tangga pun agak jauh. Namun tidak masalah, akrena aku menikmati perjalanan yang tenang itu. Aku melalui beberapa pekerja bangunan yang sedang mengecat tembok dan memaku kayu - kayu penyangga. Aku juga sempat menoleh ke arah sebuah anak tangga yang buntu. Sebelum sampai di tangga untuk turun, aku memang harus melewati sebuah tangga yang belum selesai. Murid - murid sekolah menyebutnya tangga buntu, tangga menuju lantai 3 yang tidak pernah ada.
Sekolah memang hanya terdiri dari 2 lantai, namun entah mengapa tangga itu dibangun. Beberapa teman mengatakan bahwa dahulu sekolah ingin membuat lantai 3, dan seluruh pembangunan sudah mencapai 40%. Pondasi - pondasi untuk lantai 3 sudah di bangun, tangga aksesnya pun sudah jadi. Tapi tiba - tiba pembangunan di hentikan begitu saja, pondasi - pondasi itu di tinggalkan begitu saja. Hingga saay ini tidak ada yang tahu alasan berhentinya pembangunan lantai 3, pihak sekolah pun terkesan seperti menutup - nutupi soal ini. Banyak rumor tentang tangga buntu itu, dan berhentinya pembangunan lantai 3. Tangga buntu itu pun seperti urban legend untuk sekolah ini, dan seluruh murid di sekolah pun sudah tahu. Namun saat di tanyakan kepada satpam atau tukang kebun sekolah, mereka hanya mengatakan itu cuma ulah anak iseng yang menyebarkan cerita - cerita untuk menakuti anak lain. Tapi tak seorang pun tahu cerita sesungguhnya.
Aku pelan - pelan menuruni tangga, sebentar lagi sore. Aku harus sampai di rumah, lagipula perutku sudah mulai berbunyi dan meminta jatah. Aku berpapasan dengan satpam sekolah saat keluar gerbang sekolah, jemputan pun sudah menunggu di luar.
Sesampai di rumah, aku segera mandi dan makan. Karena sangat lelah, ditambah oleh makanan yang baru saja kumakan, aku jadi sangat mengantuk sore itu, hingga tahu - tahu aku jatuh tertidur. Menjelang adzan magrib ibu membangunkanku, menyuruhku untuk segera mandi dan sholat. Walaupun agak malas, aku memaksakan diri untuk bangun dan mandi. Malam ini aku harus mengerjakan tugas fisika yang harus di kumpulkan besok pagi - pagi sekali, jadi lebih baik tidak buang - buang waktu.
Setelah mandi sholat dan makan malam, aku segera masuk kamar dan membongkar isi tas, alalu mengerjakan tugas fisika. Namun saat aku membongkar isi tas, aku tidak menemukan kertas tugasku, padahal aku yakin kertas tugas itu sudah kumasukkan ke dalam tas setelah ujian kimia tadi. Namu kenyataannya kertas itu tidak ada. Aku mencoba untuk mengingat keberadaan kertas itu, karena kertas itu sangat penting. Jika besok tidak di kumpulkanat sudah riwayatku.
Seketika aku ingat, ebelum ujian kimia seorang teman meminjam kertas itu untuk di catat. Saat ia mengembalikan kertas itu, aku tidak memasukkannya kedalam tas, tapi menaruhnya di laci meja. Ketika pulang aku lupa membawanya. Aku mengerutkan dahi lalu melihat jam dinding. Jam dinding menunjukkan setengah 8 malam, masih ada waktu untuk mengambilnya. Aku langsung mengganti pakaian dan menggunakan jaket, buru - buru keluar kamar.
"Mau kemana la ?" tanya ibu melihatku turun.
"Mala mau kesekolahan, tugas mala ketinggalan. Besok pagi harus di kumpulin,"jawabku.
"Yaudah, mama telepon mang udin biar anter kamu." Ibu mengambil telepon genggamnya untuk menelepon mang udin untuk mengantarku. Mang udin adalah ojek langganan keluarga, dia juga mengantar dn menjemputku.
Jam 8 mang udin sampai dirumah. Tanpa banyak bicara aku langsung naik ke motornya.
"Tancap mang", ujarku saat naik motor mang udin. Mang udin menarik gas motornya, dan perlahan - lahan kami meninggalkan rumah.
Karena sudah agak malam, jalanan sudah agak sepi sehingga dalam waktu 15 menit kami sudah sampai. Motor mang udin berhenti tepat di depan gerbang sekolah.
"Mang udin tunggu disini aja ya, saya gak lama kok."
"Iya neng."Mang udin menjawab.
Aku berjalan menuju gerbang sekolah. Gerbang sekolah sangat tinggi, jadi aku agak kesulitan melihat apakah ada orang di dalam atau tidak. Aku mengetuk gerbang sekolah, dan suara ketukan pada gerbang besi itu cukup nyaring terdengar. Beberapa menit kemudian pintu gerbang terbuka dan muncul satpam sekolah..
"Pak, saya mau masuk sebentar."satpam itu menatapku, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari kehadiranku.
"Mau apa malam - malam gini dik ?" tanya satpam itu agak keheranan.
"saya mau ngambil kertas tugas yang ketinggalan pak. Besok udah harus di kumpulin."
"oh, ya udah. Masuk dik." Satpam itu membukakan pintu lalu aku pun masuk.
"Mau di anterin dik ?" ujar pak satpam saat melihatku masuk ke dalam gedung sekolah.
"Gak usah pak, saya bisa sendiri kok." Akupun meninggalkan satpam itu.
Ketika memasuki gedung sekolah, aku memperlambat langkah. Ternyata sekolah cukup menyeramkan saat malam hari. Seluruh sudutnya gelap, hanya lorong dan beberapa sudut saja yang di terangi lampu. Aku terus berjalan menuju tangga, lalu naik ke lantai 2. Lantai 2 pun sama menyeramkannya, hanya lampu lorong yang menyala, seluruh kelas gelap gulita. Aku agak takut, namun tetap melanjutkan langkahku karena kertas tugas itu sangat penting.
Nah sekian part 1 dari cerita "Namanya Irma" . untuk tau kelanjutan ceritanya silahkan baca dengan klik Namanya Irma Part 2
Bel sekolah berbunyi 3 kali, tanda jam pelajaran terakhir selesai. Semua siswa keluar dari kelasnya masing - masing, berusaha untuk keluar secepar mungkin. Mungking mereka sudah merasa jenuh berada di sekolah. Keadaan sekolah mendadak menjadi ramai, penuh dengan suara teriakan, tawa, dan pembicaraan ringan khas anak sekolah. Siswa dan siswi berjalan seperti membentuk sebuah aliran. Aliran yang perlahan - lahan menuju gerbang sekolah, meninggalkan kebisingan di setiap sudut lorong. sedangkan aku sendiri masih membereskan buku - buku di dalam tas. aku duduk sejenak untuk membiarkan setengan murid sekolah untuk keluar. Aku tidak suka berjalan berdesak - desakan, karena kadang kakiku terinjak oleh murid lain. Setelah seluruh siswa telah keluar, aku baru beranjak dari bangku. Aku berjalan dengan tenang dan bebas, tidak terburu - buru, ataupun berhimpit - himpitan.
Kelasku berada di lantai 2, jarak antara kelas dan tangga pun agak jauh. Namun tidak masalah, akrena aku menikmati perjalanan yang tenang itu. Aku melalui beberapa pekerja bangunan yang sedang mengecat tembok dan memaku kayu - kayu penyangga. Aku juga sempat menoleh ke arah sebuah anak tangga yang buntu. Sebelum sampai di tangga untuk turun, aku memang harus melewati sebuah tangga yang belum selesai. Murid - murid sekolah menyebutnya tangga buntu, tangga menuju lantai 3 yang tidak pernah ada.
Sekolah memang hanya terdiri dari 2 lantai, namun entah mengapa tangga itu dibangun. Beberapa teman mengatakan bahwa dahulu sekolah ingin membuat lantai 3, dan seluruh pembangunan sudah mencapai 40%. Pondasi - pondasi untuk lantai 3 sudah di bangun, tangga aksesnya pun sudah jadi. Tapi tiba - tiba pembangunan di hentikan begitu saja, pondasi - pondasi itu di tinggalkan begitu saja. Hingga saay ini tidak ada yang tahu alasan berhentinya pembangunan lantai 3, pihak sekolah pun terkesan seperti menutup - nutupi soal ini. Banyak rumor tentang tangga buntu itu, dan berhentinya pembangunan lantai 3. Tangga buntu itu pun seperti urban legend untuk sekolah ini, dan seluruh murid di sekolah pun sudah tahu. Namun saat di tanyakan kepada satpam atau tukang kebun sekolah, mereka hanya mengatakan itu cuma ulah anak iseng yang menyebarkan cerita - cerita untuk menakuti anak lain. Tapi tak seorang pun tahu cerita sesungguhnya.
Aku pelan - pelan menuruni tangga, sebentar lagi sore. Aku harus sampai di rumah, lagipula perutku sudah mulai berbunyi dan meminta jatah. Aku berpapasan dengan satpam sekolah saat keluar gerbang sekolah, jemputan pun sudah menunggu di luar.
Sesampai di rumah, aku segera mandi dan makan. Karena sangat lelah, ditambah oleh makanan yang baru saja kumakan, aku jadi sangat mengantuk sore itu, hingga tahu - tahu aku jatuh tertidur. Menjelang adzan magrib ibu membangunkanku, menyuruhku untuk segera mandi dan sholat. Walaupun agak malas, aku memaksakan diri untuk bangun dan mandi. Malam ini aku harus mengerjakan tugas fisika yang harus di kumpulkan besok pagi - pagi sekali, jadi lebih baik tidak buang - buang waktu.
Setelah mandi sholat dan makan malam, aku segera masuk kamar dan membongkar isi tas, alalu mengerjakan tugas fisika. Namun saat aku membongkar isi tas, aku tidak menemukan kertas tugasku, padahal aku yakin kertas tugas itu sudah kumasukkan ke dalam tas setelah ujian kimia tadi. Namu kenyataannya kertas itu tidak ada. Aku mencoba untuk mengingat keberadaan kertas itu, karena kertas itu sangat penting. Jika besok tidak di kumpulkanat sudah riwayatku.
Seketika aku ingat, ebelum ujian kimia seorang teman meminjam kertas itu untuk di catat. Saat ia mengembalikan kertas itu, aku tidak memasukkannya kedalam tas, tapi menaruhnya di laci meja. Ketika pulang aku lupa membawanya. Aku mengerutkan dahi lalu melihat jam dinding. Jam dinding menunjukkan setengah 8 malam, masih ada waktu untuk mengambilnya. Aku langsung mengganti pakaian dan menggunakan jaket, buru - buru keluar kamar.
"Mau kemana la ?" tanya ibu melihatku turun.
"Mala mau kesekolahan, tugas mala ketinggalan. Besok pagi harus di kumpulin,"jawabku.
"Yaudah, mama telepon mang udin biar anter kamu." Ibu mengambil telepon genggamnya untuk menelepon mang udin untuk mengantarku. Mang udin adalah ojek langganan keluarga, dia juga mengantar dn menjemputku.
Jam 8 mang udin sampai dirumah. Tanpa banyak bicara aku langsung naik ke motornya.
"Tancap mang", ujarku saat naik motor mang udin. Mang udin menarik gas motornya, dan perlahan - lahan kami meninggalkan rumah.
Karena sudah agak malam, jalanan sudah agak sepi sehingga dalam waktu 15 menit kami sudah sampai. Motor mang udin berhenti tepat di depan gerbang sekolah.
"Mang udin tunggu disini aja ya, saya gak lama kok."
"Iya neng."Mang udin menjawab.
Aku berjalan menuju gerbang sekolah. Gerbang sekolah sangat tinggi, jadi aku agak kesulitan melihat apakah ada orang di dalam atau tidak. Aku mengetuk gerbang sekolah, dan suara ketukan pada gerbang besi itu cukup nyaring terdengar. Beberapa menit kemudian pintu gerbang terbuka dan muncul satpam sekolah..
"Pak, saya mau masuk sebentar."satpam itu menatapku, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari kehadiranku.
"Mau apa malam - malam gini dik ?" tanya satpam itu agak keheranan.
"saya mau ngambil kertas tugas yang ketinggalan pak. Besok udah harus di kumpulin."
"oh, ya udah. Masuk dik." Satpam itu membukakan pintu lalu aku pun masuk.
"Mau di anterin dik ?" ujar pak satpam saat melihatku masuk ke dalam gedung sekolah.
"Gak usah pak, saya bisa sendiri kok." Akupun meninggalkan satpam itu.
Ketika memasuki gedung sekolah, aku memperlambat langkah. Ternyata sekolah cukup menyeramkan saat malam hari. Seluruh sudutnya gelap, hanya lorong dan beberapa sudut saja yang di terangi lampu. Aku terus berjalan menuju tangga, lalu naik ke lantai 2. Lantai 2 pun sama menyeramkannya, hanya lampu lorong yang menyala, seluruh kelas gelap gulita. Aku agak takut, namun tetap melanjutkan langkahku karena kertas tugas itu sangat penting.
Nah sekian part 1 dari cerita "Namanya Irma" . untuk tau kelanjutan ceritanya silahkan baca dengan klik Namanya Irma Part 2